tak lama aku duduk sembari menghirup sejuk hamparan bunga di taman depan. aku tahu di sana berdiri sosokmu dengan gemulai memetik bunga. ibu menyuruhmu memetik bunga tercantik. andai saja kamu adalah bunga pasti lah sudah kuberikan kepada ibu.
kamu berputar-putar diantara bunga-bunga membuatmu tampak merona. manis sekali. aku menikmati tiap gerak langkahmu. sesekali kamu memandangku dan aku tak kuasa memandang lurus matamu, kualihkan saja pandangan ini pada bunga bougenvile, walau kutahu tidak secantik dirimu.
ibu memanggilmu agar segera memetik bunga tercantik, tapi kau tetap saja berputar-putar tak menentu dan LARI KEMUDIAN berbelok ke kolam ikan. aku mengikuti langkahmu. gemercik air terderngar syahdu lantaran kaki nan indah itu diurubung ikan, seolah kakimu harus bersih dari kotoran–yang bagi ikan adalah makanan.
inginku ikut dalam pesta itu, andai saja jika jempol kakiku ini tidak sebau saudara mereka, Ikan asin. aku berdiri dipinggir kolam dan tetap menjaga kaki ini dari air. aku takut merusak pesta indah tak terperikan itu.
kamu pergi setelah “memberi makan” ikan-ikan kecil itu. pergi enath kemana, aku tak melihatnya, aku sibuk menjaga kakiku, aku pun berLARI KEMUDIAN bernyanyi. lagu kita. lagu cinta biasa. basi malah. sayup-sayup suaramu melantunkan lagu itu, merdu sekali, perpaduan suara valsetomu dan suara sengauku. sungguh romantis. dan bersama kita berLARI KEMUDIAN terbang memeluk awan, memetik bintang. Bersama-sama lari dan terus berlari kemudian……….
Leave a Reply