Tetiba saja, aku melihat flashback. banyak sekali.
Tentang kamu.
Kamu sangat baik.
Aku antara sadar dan nggak sadar.
Kadang celetuk isengku, kamu tanggapi serius.
Seakan aku menuntutmu untuk begini dan begitu.
Dan kamu melakukan semua hal itu.
Demi aku. kalo aku nggak kepedean.
Kamu hebat.
Aku bodoh.
Aku, hanya selalu merasa
bahwa aku cukup begini begini aja
sementara kamu punya mimpi yang tinggi
untukmu, untukku dan mungkin untuk kita.
Meskipun kamu yang memutuskan kita berpisah
tetap saja, aku merasa aku yang menyia-nyiakan kamu.
Aku cuman modal gombal,
tanpa bukti, tanpa janji juga.
Andai, aku berusaha lebih.
ah bisaku cuman berandai-andai saja.
tapi mungkin ini yang terbaik buat kamu
aku ingat suatu hari aku ngobrol dengan teman, tentang pernikahan. Karena memang saat itu banyak teman sekolah, apalagi yang cewek, mulai menikah.
Ada satu hal unik yang dibahas,
“Kadang, orang ngajak nikah gitu, bukan berarti dia siap, dan pasangannya siap, kadang orang itu cuman mau ngunci pasangannya, karena orang itu udah dapet yang terbaik buat dia dan dia takut aja yang terbaik itu lepas. Lebih-lebih lagi, kalo dia itu sebenernya merasa tidak cukup baik buat pasangannya. Ya semacam egois-posesif.”
JLEB. begitu rasanya mendengar perkataan temenku itu. Meski aku sering cuman setengah iseng untuk mengajakmu segera menikah, karena aku tahu kamu pasti akan selalu mengejar mimpimu terlebih dahulu. Aku merasa tersindir, dengan perkataan temanku. Sepertinya memang ada benarnya, kamu yang banyak mimpi dan rencana, sementara aku yang setelah lulus kuliah berencana untuk kerja biasa aja. Iya, aku merasa memilikimu dan menguncimu, hanya untuk aku seorang. Tanpa memikirkan untuk melebihkan diriku terlebih dahulu untuk menjadi lebih baik.
Iya, memang yang terbaik kita berpisah. Terbaik buat kamu.
Buatku juga, jika pada akhirnya aku akan berusaha memperbaiki diri.
berkat kamu, aku jadi pengen berusaha memperbaiki diri, untuk lebih baik. Terima kasih.
kamu memang wanita yang baik.
Aku memang nggak tahu, bagaimana perasaanmu setelah ‘merasa‘ mengetahui bahwa, yang terbaik bagimu, itu bukan aku.
Meski kamu semacam menyiksaku dengan mendiamkan aku lebih dari seminggu. Aku bisa membayangkan bahwa kamu juga tersiksa. mungkin lebih.
Sampai-sampai kamu harus pulang ke kotamu, untuk membicarakan ‘tentang aku’ dan mendapat jawaban “Ayah, nggak suka.” Aku tau pasti sakit rasanya, bahkan bisa jadi lebih sakit daripada yang kurasa saat kamu bilang bahwa aku bukanlah jawaban untukmu.
Kamu memang baik. Dan lebih baik memang kamu harus nurut orang tua dari pada memilih pria yang tidak bisa melihat pelangi dengan sempurna. Kata emakku, dalam pernikahan itu lebih dari pacaran, dunia ini bukan cuman milik berdua. Dalam pernikahan itu menyatukan dua keluarga. Dua dunia. Dan rasa-rasanya aku tak bisa menakhlukan duniamu. Meski aku pernah terlalu sombong bahwa segalanya ini bisa terjadi. “nggak ada yang nggak mungkin”, kataku angkuh.
Kamu itu yang terbaik. Kamu telah mengubahku menjadi yang lebih baik. Sementara aku? aku sepertinya tidak mengubahmu menjadi lebih baik, malah sepertinya aku terlalu bergantung padamu, dan sebenernya malah aku kayaknya membuatmu lebih buruk. Maaf. Aku memang nggak bisa jadi yang terbaik buat kamu dan jadiin kamu lebih baik.
Mungkin kata maaf udah bosan kamu dengar dariku. Aku selalu melakukan kesalahan. Dan memang lebih baik perpisahan ini terjadi. daripada aku terus-terusan menyakitimu. Maaf.
Terima kasih atas semua yang pernah kamu berikan, aku nggak bisa ngitung, saking banyaknya. Terima kasih. Maaf aku nggak bisa membalas semua itu. Maaf.
Mungkin di lain semesta, kita bertemu lagi, dengan aku yang lebih baik, dengan cerita yang berbeda, dan aku bisa membalas semua kebaikanmu dengan sempurna.
Di semesta yang sekarang, semoga kamu bertemu dengan pria masadepanmu, yang bisa berusaha lebih untuk bahagiakan kamu dan duniamu. Mungkin aku, jika aku berusaha lebih dan menculikmu dari orang tuamu. hehehe. Tapi lebih mungkin orang lain. Bersabarlah. Pasti akan indah pada waktunya.
Best for you is best for me. Yang terbaik buat kamu itu yang terbaik buatku, untuk sementara ini, atau mungkin juga, untuk selamanya.
Satu hal yang kuminta, bisakah kita tetap berteman?
Leave a Reply