Ada yang bilang persahabatan antara cowok dan cewek itu bullshit. Intinya, pasti ada salah satu pihak yang ngarep. Apalagi persahabatan yang hanya diketahui kedua pihak itu aja. Aku mengakui hal itu. Mungkin lebih dari setengah lusin cewek, yang pernah menjadi temanku menghabiskan pulsa SMS, adalah cewek yang sebenarnya aku kagumi dan sukai. Dan ujung-ujungnya aku hanya memendam perasaan. Lalu aku menghilang dari kehidupan cewek-cewek itu.
Di saat-saat seperti itu, atau ketika aku merasa bahwa dunia ini sudah tak adil padaku, aku mengirimi SMS ke sebuah nomor. Bukan untuk dibalas. Tidak juga berharap untuk dibaca. Hanya sebuah keluhan kecil yang cukup menggelitiki pikiran jika kupendam sendiri. Iya, itu nomor selulermu.
Berbeda dengan cewek-cewek yang lain, aku tidak punya alasan yang jelas mengapa kita bisa jadi dekat. Kecuali fakta bahwa kita adalah teman sekelas di SMA (dulu). Bahkan jujur saja, cewek berjiblab bukan termasuk kriteriaku untuk aku modusi dan dekati (apalagi pacari). haha. Jadi kamu adalah satu-satunya teman wanita spesial yang tidak ada alasan spesial tentang kedekatan kita. Setidaknya itu yang kupikirkan. Tapi bagiku, kamu tetaplah spesial. Entah kamu menganggapku bagaimana. Mungkin teman biasa saja.
Kamu sungguh berbeda. Di saat cewek lain kukirimi pesan “Aku ingin jadi teman dekatmu” ketika aku mencoba menggebetnya. Atau cewek lain yang membalas pesan “kita temenan aja ya” ketika aku mengutarakan perasaan. Aku malah mengirimimu pesan “Aku baru sadar, kenapa aku kok gak naksir kamu ya?” Aku lupa jawabanmu tepatnya, yang jelas intinya “Kamu adalah tipe cowok yang aku hindari” haha. Entahlah aku lupa.
Persahabatan kita memang unik. Itu menurutku yang seorang introvert ini. Karena mungkin bagimu, aku hanya seperti teman-teman sekelas jaman SMA yang sesekali saja mengobrol di SMS dan jarang sekali bertemu kecuali reuni dalam bentuk buka bersama ramadhan atau halal bihalal setahun sekali. Teman yang sesekali muncul di obrolan facebook-mu dengan sebuah tautan berlabel,”baca postingan/cerpen di blogku dong”. Atau teman aneh yang mengirimimu SMS saat tengah malam dan saat baru membacanya di pagi hari, kamu bingung untuk membalasnya.
Tiba-tiba saja aku teringat bahwa dulu, kita suka bertukar semacam puisi dalam pesan seluler, atau curhatanku yang terkadang (mungkin) membuatmu malas membalasnya. Tak apa, karena aku tidak membutuhkan balasan. Dulu aku sempat kaget ketika kamu mengirim balik sebuah SMS yang sudah lama sekali aku kirim, aku hampir lupa. Ternyata kamu sengaja menyimpan pesan itu. Aku lega, aku jadi tahu ternyata kamu selama ini membaca curhatan tidak jelasku, meski jarang sekali membalasnya.
Aku teringat juga, saat sudah lulus SMA kamu mengirimiku sebuah email, berisi 2 file doc, prosa dan puisi. Aku tak membalasnya seperti dulu kita berbalas puisi. Entah kenapa menurutku saat itu, tulisanmu terlalu puitis sekali. Dan aku cuman mengirimi tautan ke postingan blogku yang berupa cerpen remeh-temeh tentang kegalauanku sendiri. Tapi ada satu komentar darimu yang membuatku senyum-senyum sendiri, “bagus cerpenmu, ada temenku yang suka apalagi pas bagian menggelepar seperti ikan.” Saat itu aku berharap temanmu adalah cewek yang bisa kamu comblangkan untukku. Jomblo sih. hahaha. Tentu saja harapan itu sirna saat kamu bilang temanmu adalah cowok. Cowok yang nantinya akan menemanimu selamanya.
Teman macam apa aku ini, saat aku tahu banyak hal yang telah terjadi padamu, dan aku tidak ada untuk memberimu dukungan atau semacamnya. Aku baru mengetahuinya saat di suatu sesi curhat dimana lagi-lagi aku jadi jomblo, haha. Aku tersadar, saat aku sedang berpacaran, aku jarang sekali menghubungimu, hanya sesekali aku mengirimi tautan cerpen/puisi yang kutujukan untuk pacar saat itu. Teman macam apa aku ini. Aku juga baru tersadar, aku hampir jarang sekali mendengarkan keluh kesahmu, padahal selama ini kamu mendengarkan (dan membaca) keluh kesahku. Seperti saat aku menjadi pengangguran dan kamu menyisahkan sedikit waktumu diantara pulang mengajar dan kuliah siang. Atau di suatu sore sepulangmu kuliah dan jadi guru les. Atau obrolan di pesan facebook; whatsapp; BBM, Atau pertemuan di saat sebelum kamu nge-date dengan lelakimu. haha.
Jadi, ketika kamu tiba-tiba mengumumkan pernikahanmu dengan lelakimu, kurang dari seminggu. Aku protes, bagaimana bisa kamu tidak bercerita kepadaku jauh-jauh hari sebelumnya. Aku langsung merasa menjadi teman yang tidak berguna, teman macam apa ini, haha. Apalagi banyak hal-hal baik yang belum sempat aku balas, yang pada akhirnya hanya dengan ucapan terima kasih. Kamu tahu? aku sangat berterima kasih kepadamu, karena membuatku sadar untuk banyak-banyak bersyukur. Seperti, saat aku pikir pekerjaanku sangat tidak manusiawi, tapi aku baru tahu kalau gajimu (sebagai guru) bahkan tidak melebihi gajiku yang padahal di bawah standar.
Terima kasih telah membuatku sadar untuk selalu bersyukur.
Terima kasih untuk tulisan-tulisanmu.
Terima kasih untuk membantuku menyelesaikan sebuah buku.
Terima kasih untuk telinga yang tak pernah lelah mendengarkanku.
Terima kasih untuk pertemuan-pertemuan lainnya.
Thanks for being such a friend.
Happy wedding, Bintang Pagi!
Bon voyage!
Leave a Reply