なにがあっても、あきらめないで

in

Tentang menyikapi sebuah perpisahan

Perpisahan tidak melulu tentang dua orang yang pernah jatuh cinta. Perpisahan tidak sesederhana tentang datang dan pergi begitu saja. Seiring waktu berjalan aku bertemu dengan berbagai macam perpisahan. Tidak mudah, tapi pada akhirnya berlalu begitu saja.

Tiap kali perpisahan muncul, aku sering dihantui oleh perasaan tidak nyaman, entah berupa mimpi atau pun penurunan serotin dalam tubuh. Salah satu yang paling depresif menurutku adalah ketika kelulusan SMA, tidak banyak yang tahu hal ini. Kala itu, semua temanku sudah banyak yang menentukan akan lanjut kuliah di mana, banyak yang sudah berpindah kota. Sementara aku akan lanjut dengan mengikuti semacam kursus di kota yang sama, sambil bekerja menjadi operator warnet. Di masa-masa itu, tiap hari aku bermimpi masih dalam keadaan bersekolah SMA, lalu terbangun, menyadari bahwa mereka sudah pergi dengan jalan masing-masing.

Suatu hari ada teman yang ultah, beberapa teman yang masih di kota yang sama, datang ke sana, aku yang waktu itu ada shift jaga warnet, tidak bisa ikut. Ironisnya, sebelum hari-H, aku bermimpi datang ke acara itu. Padahal ya ini teman biasa saja, tapi entah kenapa aku bisa bermimpi sedepresif itu.

Hingga suatu hari, setelah pertemuan-pertemuan teman SMA ini, aku berkata pada seorang teman, “Dan, kayaknya ini yang terakhir aku ikut acara beginian. Aku gak tau entah sampai kapan aku bisa ikut acara reunian begini lagi.”

Lucunya, setelah ucapan itu, justru aku sering menginisiasi acara reuni, biasanya kumulai dengan SMS ataupun chat beberapa teman yang biasa jadi ‘panitia’ acara seperti ini. Dan teman yang aku curhati sebelumnya, justru hampir tidak pernah ikut karena sibuk kuliah di luar kota. hhha.

Perpisahan masa SMA ini memang unik, padahal, saat SMP dan SD, menurutku biasa saja, bahkan cenderung aku menjadi ‘sombong’ saat perpisahan terjadi. Aku lebih concern ke teman-teman baru ketimbang yang lama.

Bahkan dulu, aku pernah malas untuk keluar rumah, ketika ada teman SMP, yang sering main ke rumah, datang. Sesombong itu akutu. Tapi ya, lucunya, kadang aku sering kepikiran, bagaimana ya kabar dia sekarang. Apa teman-temanku ini pernah secara random kepikiran tentang aku?

Di atas adalah contoh bagaimana perpisahan bisa mempengaruhiku ke perpisahan-perpisahan setelahnya. Bahkan, sekadar seorang teman kerja yang memutuskan resign, kadang aku bisa dihantui mimpi seperti perpisahan masa sekolah. wkwk.

Makanya ketika aku masih suka datang ke acara Jejepangan, bertemu dengan beberapa teman di sana, aku tidak pernah pamit ketika pulang, bahkan sampai ada yang bilang “nih anak suka ngilang gitu.” Entah kenapa saat itu aku sangat takut sekali dengan perpisahan.

Saat ini, sudah 4-5 bulanan aku ‘bekerja di rumah’, karena kebetulan kantor sudah tidak bisa menggajiku, hhaha. Tapi untungnya, aku sejak awal tahun sudah dinyatakan diterima kerja di suatu tempat, tapi karena proses formalitas yang sangat panjang, jadi baru Mei besok mulai kerja. Nah, mendekati waktu bekerja di tempat baru ini, aku justru mulai dihantui perpisahan, hhha. Aku bermimpi bertemu dengan teman di kantor lama. Lebih spesifiknya adalah OB yang jaga kantor. Lucu aja di mimpi itu, kami ngobrol dan seakan menghabiskan masa terakhir ada di kantor tersebut.

Sampai sekarang, aku masih belum mengerti bagaimana menyikapi sebuah perpisahan, dan bagaimana cara mengusir hantu perpisahan ini (dan ini alasan kenapa kutulis di blog). Biasanya memang, hidupku akan berjalan begitu saja. Buktinya saja, teman kerja yang resign duluan, aku sampai sekarang belum sempat kontak dia lagi dan ya gak ada beban apa-apa juga. Udah biasa aja gitu. Dan mungkin kami sudah menjadi asing satu sama lain lagi.

Membingungkan memang. Tapi yang jelas, setakut apapun aku pada perpisahan, hidup nampaknya akan tetap berjalan dan baik-baik saja.


by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *