Saya selalu bertanya-tanya tentang sebuah aroma yang tercium sesaat hujan baru turun. Aromanya teduh sekaligus menyejukan. Bau Surga no.2, begitulah saya menyebutnya (btw, nomor 1 adalah aroma keringat saya sendiri, hehehe). Aroma itu sekejap saja bisa membawa saya ke dimensi yang berbeda tiap kali saya menciumnya, sampai sekarang.
Petrichor, begitulah mereka menyebutnya. Berasal dari bahasa Yunani petros (batu) dan ichor (air). Kamu pasti pernah menghirupnya, sesekali menikmatinya.
Saya juga. Terkadang di suatu siang yang terik, dari balik jendela terlihat awan gelap yang terburu-buru berkumpul dan menumpahkan jutaan tetes air. Sesaat itu, debu-debu tanah berterbangan kemudian lenyap dihantam butiran air. Dan bau surga no.2 itu tercipta, menyeruak masuk ke cela-cela jendela dan menggapai hidung, menciptakan sensasi luar biasa.
Petrichor secara kurang ajar membuka ruang-ruang dalam kepala saya. Membuka memori-memori yang tercipta saat aromanya terhirup. Masa-masa kecil bermain hujan pertama kali, terjebak hujan sendirian di tempat kerja. Tidak banyak memori indah yang tercipta memang, tapi akhir-akhir ini ada memori yang sangat indah merasuk lamunan saya yang menatapi hujan yang baru saja turun ini.
Memori tentang dekapan tangan mungilmu yang melingkari pinggang sampai ke perut, ketika gerimis kecil menerpa kita di atas motor. Dingin udara malam dan tetesan gerimis membuat dekapanmu semakin erat, dan hangat. Petrichor menjadi memento ketika aku sedang jatuh cinta.
Kamu adalah Petrichor untukku.
Penanda bahwa hati gersangku telah usai, dan berganti dengan gerimis yang menenangkan. Penghapus debu kotor dalam hidupku, dan membasahinya lagi setelah sekian lama mengering. Penanda bahwa hujan akan menyejukkanku dan sekaligus dekapanmu akan menghangatkanku. Mengingatkanku bahwa duniaku tak lagi kemarau, dan akan selalu ada kamu, di sini.
==========
vachzar 20130421
*gambar dari sini
Leave a Reply