Ada cerita yang kutemui di internet, entah video atau hanya sekadar cerita yang dibagi di postingan, yang ternyata hampir semua pria relate, yaitu tentang pria yang menyisihkan sedikit waktunya untuk merenung dengan bermotoran gak jelas keliling kota. Namun, jauh sebelum menemukan cerita tersebut ternyata sejak dulu aku pernah melakukannya.
Sekitar 2009, Sepulang dari kerja jaga warnet di jam 10-11 malam aku memacu motorku dengan RPM rendah, alih-alih menuju rumah, aku memilih jalur memutar ke alun-alun kota Sidoarjo terlebih dahulu, mencari penjual kacang rebus, lalu memakannya sambil kembali memacu motor dengan RPM rendah. Sepanjang perjalanan pulang itu, aku berkontemplasi, khususnya tentang hidup yang masih begini-begini saja.
Beberapa hari lalu, di sela waktu jam istirahat, aku menyempatkan untuk service motor, tapi karena bengkelnya masih tutup, aku memilih untuk berputar-putar dahulu di daerah dekat kantor, niatnya sambil mencari inspirasi untuk makan siang, tapi tiba-tiba saja kepikiran banyak hal dan tersadar, sialan, aku seperti orang di paragraf pertama. Lalu flashback bahwa aku sering banget begini, termasuk di paragraf dua. Ibaratnya terlempar ke sebuah dimensi lain yang rasanya seperti berada dalam perjalanan yang jauh nan panjang. Bayangkan, perjalanan ini seperti road movie macam Mad Max yang setiap jalannya ada saja cobaan yang sadis.
Bedanya, setiap berkontemplasi beban yang dipikirkan bertambah, padahal di momen berkontemplasi saat itu rasanya berat banget. seperti saat sepulang kerja jaga warnet, yang kupikirkan dengan gaji sebulan hanya 400 ribu apakah bisa hidup secara mandiri ya? dikumpulin setahun juga nggak kebeli motor baru. Kalau dipikir sekarang, rasanya “remeh banget” toh waktu itu di usia 19 tahun masih tinggal dengan orang tua. Sisi positifnya secara otomatis aku tetap mencoba untuk “maju” paling tidak mengubah sedikit nasib, seperti akhirnya aku memutuskan untuk kuliah (awalnya aku gak mau kuliah selepas lulus SMA). Atau ketika sudah menikah, di mana keuangan pas-pasan, gaji yang sering telat atau dibayar setengah-setengah, istri tiba-tiba aja sakit, jadinya aku motoran nggak jelas dan tak terasa air mata menetes di pipi. Si paling galau abis, kalau dipikir-pikir sekarang. Tapi ya setelah itu memang aku jadinya memutuskan untuk berganti pekerjaan, salah satunya mencoba melamar kerja ke bukalapak (meskipun gagal).
Kali ini, mungkin bebannya lebih berat dari sebelum-sebelumnya dan jalannya semakin jauh dan terjal, sisi negatifnya pasti tetap depresif seperti biasanya, tapi paling tidak melihat yang sudah-sudah ternyata aku masih bisa bertahan, dan semoga masih semakin kuat.
Leave a Reply